CIAO INDONESIA

Selasa, 08 Desember 2009

Seni menjadi tua

Seni menjadi tua

Suatu kali, saya melewati suatu persawahan yang tidak terlalu luas. Lokasi persawahan itu berdekatan dengan suatu komleks perumahan yang sedang dibangun. Di tepi jalan, saya melihat seorang bapak tua yang sedang mencari rumput. Bapak tua itu begitu tekun menyabit rumput yang berada di sekitar persawahan. Beliau mungkin tidak tahu bahwa saya sedang memperhatikannya.

Saya melihat pada bapak itu tubuh yang beranjak tua. Tubuh yang selama bertahun-tahun digunakan untuk menjalani pergulatan hidup. Tubuh itu menjadi sarana untuk mewujudkan apa yang diinginkan oleh sang bapak. Namun, saya sedang memfokuskan pada hal yang lain di balik tubuh tua itu. Apakah itu? Segenap pengalaman hidup yang rumit dan hanya mampu dirasakan melalui permenungan akan hidup.

Walau tubuhnya telah tua, bapak itu memiliki semangat hidup yang tinggi, pengalaman yang kaya akan hidup yang berharga dan tak tergantikan. Pengalaman itulah yang menunjukkan kesejatian hidup manusia, yakni pengalaman perjumpaan dengan Yang Kuasa lewat realitas hidup sehari-hari.

Tuhan Yesus menunjukkan kepada kita arti penting nilai kehidupan, “Apa gunanya seseorang apabila ia mendapatkan seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Apa yang dapat digunakan untuk mengganti nyawanya?” Kita dapat melihat bahwa hidup itu lebih berharga. Hidup tak tergantikan oleh harta di dunia ini. Harta yang sejati nampak dalam hidup yang disyukuri.

Menjadi tua adalah sebuah seni hidup. Menjadi tua melambangkan perjalanan menuju puncak pergumulan hidup dan gudang pengalaman perjumpaan dengan Allah. Di situ, kita akan melihat tangan Allah yang senantiasa membimbing dan mengarahkan kita. Bagaimana kita yang masih muda ini mempelajari seni menjadi tua? Bertanyalah, dengarkanlah, dan renungkanlah kebijaksanaan orang-orang yang telah lanjut usia. Mereka akan menunjukkan kepada kita seni itu bukan dengan kata-kata, melainkan lewat tindakan dan perbuatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar